TEMA PENDIDIKAN
PENDIDIKAN AKHLAK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN MORAL ANAK
$ygr'¯»t
úïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
ãNä3RÉø«tGó¡uÏ9
tûïÏ%©!$#
ôMs3n=tB
óOä3ãZ»yJ÷r&
tûïÏ%©!$#ur
óOs9
(#qäóè=ö7t
zNè=çtø:$#
óOä3ZÏB
y]»n=rO
;Nº§tB
4
`ÏiB
È@ö7s%
Ío4qn=|¹
Ìôfxÿø9$#
tûüÏnur
tbqãèÒs?
Nä3t/$uÏO
z`ÏiB
ÍouÎg©à9$#
.`ÏBur
Ï÷èt/
Ío4qn=|¹
Ïä!$t±Ïèø9$#
4
ß]»n=rO
;Nºuöqtã
öNä3©9
4
[øs9
ö/ä3øn=tæ
wur
öNÎgøn=tæ
7y$uZã_
£`èdy÷èt/
4
cqèùº§qsÛ
/ä3øn=tæ
öNà6àÒ÷èt/
4n?tã
<Ù÷èt/
4
y7Ï9ºxx.
ßûÎiüt7ã
ª!$#
ãNä3s9
ÏM»tFy$#
3
ª!$#ur
íOÎ=tæ
ÒOÅ3ym
ÇÎÑÈ
58. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak
(lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di
antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu:
sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah
hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu. Tidak ada
dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu .
Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang
lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.[1]
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam islam, ibadah tidak hanya terrbatas pada amalan spiritual. Tetapi
meliputi semua aspek kehidupan seseorang. Orang tua harus yakin bahwa anak anak
mereka mengembangkan karakter karakter dan perilaku yang sesuai dengan islam.
Pendidikan psikologi berkaitan dengan masalah jiwa dan segala hal yang harus
diajarkan orang tua kepada anak dalam rangka membangkitkan sikap sikap yang
baik, kebersihan, perilaku yang bersemangat dan berani serta kesadaran akan
tanggung jawab.[2]
Upaya lain yang dapat di lakukan orang tua dalam kaitannya dengan perannya sebagai
pengantisipasi dekadensi moral pada anak adalah pendidikan akhlak, berkaitan
dengan dekadensi moral yang semakin merajalela. Dewasa ini seperti penyimpangan
perilaku seksual. Dalam hal ini orang tua harus berupaya mengatasinya dengan
cara anak anak tidak boleh bebas keluar masuk kamar orang tua. Karena orang tua
merupakan panutan bagi anak, maka apappun yang dilakukan orang tua dianggapnya
baik.[3]
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat mengenai upaya yang dilakukan orang tua
dalam menghadapi masalah ini. Diantaranya terdapat QS. An-Nur :58 yang menerangkan
tentang adab pergaulan dalam rumah tangga.
Para
pendidik atau orang tua mesti mengambil etika Al Quran dalam meyakinkan anak
didiknya sejak ia mengerti tentang adab-adab meminta izin, jik reka
menginginkan anak didiknya maupun keluarganya memiliki akhlak-akhlak utama dan
kepribadian Islami yang beersinar dan juga perilaku sosial yang baik.[4]
Meminta izin
adalah etika yang menjadi kewajiban bagi semua muslim, dewasa maupun anak-anak.
Etika ini mendapat tempat yang khusus dalam syriat Islam. Sehinnga Allah
mengkhususkannya dengan ayat-ayat yang bisa dibaca sepanjang generasi,
sepanjang waktu, dan memiliki perhatian yang besar dalam kehidupan sosial dan
keluarga.[5]
B. Asbabun Nuzul
Sebagian
ulama’ berpendapat bahwa turunnya ayat di atas ketika Rasulullah pada suatu
hari di waktu dzuhur menyuruh seorang budak bernama Mudlik pergi kepada Umar
yang kebetulan sedang tidur. Budak itu setelah mengetuk pintu terus masuk. Umar
terjaga dari tidurnya sedang sebagian anggota tubuhnya terbuka. Di saat itu
Umar berkata: Mudah-mudahan Allah mencegah orang-orang tua kami, anak-anak kami
dan pelayan-pelayan kami, masuk ke kamar kami pada waktu ini, tanpa izin.
Kemudian Umarpun pergi kepada Rasulullah dan di sana Uma rmendengar ayat ini
diturunkan. Lalu Umarpun bersujud syukur.[6]
Karena itu
turunlah ayat ini, supaya para kerabat yang masih kecil-kecil dan budak-budak
belian harus meminta izin bila masuk kedalam kamar pada 3 waktu(sebelum subuh,
ketika kamu menanggalkan pakaian kamu ditengah hari, dan sesudah sholat isya’) yang
menjadi aurat bagi penghuni kamar.
C. Tafsir Mufrodat
Kataليستأ ذ نكم berasal dari
kata ل = lam ta’lil
yang ketika digabung dengan fi’il mudlori’ , artinya supaya dan kata يستأ ذ ن merupakan fi’il mudlori’ yang berasal dari ستأ ذ ن ا (yang berarti meminta izin) كم merupakan khitob yang ditujukan kepada orang banyak.
Kata (عورات) terambil dari kata (عار) yakni aib atau sesuatu yang tidak pantas. Kata ini pada
mulanya berarti sesuatu yang kurang atau cacat. Karena itu seseorang yang buta
salah satu matanya dinamai (أعور). Dari segi hukum ia dalah
bagian tubuh manusia yang harus ditutup, tidak boleh dilihat oleh orang lain.
Namun demikian, ayat ini dapat mencakup segala yang dicakup oleh pengertian
bahasa itu. Karena bisa saja seseorang telah memakai pakaian yang menutup
auratnya dari segi hukum, namun ia merasa malu terlihat dengan pakaian lusuh
atau kotor.
Kata (بعضكم علي
بعض) sebagian kamu atas sebagian yang lain, mengisyaratkan bahwa
ketentuan hukum diatas berlaku secara timbal balik. Yakni para tuan pemilik
hamba-hamba sahaya itupun harus “meminta izin” yakni memberi tahu tentang
kehadirannya di tempat-tempat para hamba sahaya dan pembantu-pembantunya ketika
mereka sedang dalam tempat-tempat khusus mereka.
D. Hadits Pendukung
Pada surat An Nur ayat ke 58 menerangkan tentang tata
pergaulan dalam rumah tangga, dimana seorang budak atau hamba sahaya dan
anak-anak yang belum baligh disuruh untuk membiasakan meminta izin apabila akan
masuk kamar tuan rumahnya atau orangtuanya dalam 3 waktu, yaitu : sebelum
sholat shubu, ketika orangtua melepaskan pakaian untuk istirahat di siang hari
dan setelah isya’. Supaya terbiasa ketika ketika sudah baligh nanti, pendidikan
akhlak harus ditanamkan sejak dini, khususnya pada permulaan usia 7-10 tahun.
Karena masa ini merupakan fase yang sangat penting untuk memperhatikan
pertumbuhan jasmani akal dan kejiwaan anak. Fase ini juga dianggap sebagai
dasar bagi seluruh perkembangan selanjutnya. Hal ini sangat berhubungan dengan
sabda Rasulullah saw yang menerangkan tentang perintah sholat terhadap anak
ketika sudah berumur 7 tahun, hadits tersebut adalah:
وعن عمر بن شعيب عن أبيه عن جده قال :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مرو أولادكم باالصلاة وهم أبنأ للسبع سنين,
وأضربوهم عليها و هم أبنأ عشر, و فرقوا بينهم في المضاجع (روه أبو داود)
Artinya : “ Dari Amr Ibn Syuaib dari
ayahnya, dari kakeknya dia berkata : Rasulullah saw bersabda “ Suruhlah
anak-anakmu mengerjakan sholat sedang mereka berumur 7 tahun dan pukullah
mereka karena meninggalkannya sedang mereka berumur 10 tahun. Dan pisahlah
diantara mereka itu dari tempat tidurnya
(HR. Abu Daud)[7]
Ketika anak
bermur 7 tahun, orangtua harys mengajarkan kepadanya bagaimana cara berwudlu
dan mengerjakan shalat. Bagaimanapun juga, orang tua harus menjelaskan kepada
anak-anak sebelum berumur 7 tahun bahwa mereka diharapkan untuk memulai shalat
pada umur 7 tahun.[8] Serta memukulnya ketika
sudah berumur 10 tahun apabila dia menunggalkannya. Karena Nabi tidak
mengizinkan memukul anak sebelum berusia 10 tahun atas kesalahannya.
E. Gagasan/ Ide Pokok
1. Teori Esensialis
Salah
seorang tokoh psikologi yang memberi pengaruh terhadap proses pembelajaran
dengan menggunakan kebiasaan adalah Edward Lee Thorndike yang terkenal dengan teori Connectionisme
(koneksionisme) yaitu belajar terjadi akibat adanya asosiasi stimulus dengan
respon stimulus akan memberi kesan pada panca indra, sedangkan respon akan
mendorong seseorang untuk bertindak.
a)
Biografi Edward Lee Thorndike
Edward L
Thorndike adalah tokoh aliran fungsionalisme Kolumbia. Ia lahir di Williamsburg
pada tanggal 31 Agustus 1874 dan meninggal pada tanggal 10 Agustus 1949 di Montrose,
New York. Thorndike mengikuti kuliah di Universitas Wesleyen, Connecticut di
Harvard dan Columbia. Kecuali pada tahun 1898-1899 di Western Reserve, sesudah
itu ia bekerja di Teacher’s College of Columbia di bawah pimpinan James Mekken
Cattel. Ia terkenal dalam karya awalnya mengenai proses belajar binatang, dan
untuk pelopornya dalam bidang psikologi pendidikan.
Minat awalnya mengenai cara belajar binatang
mencapai titik puncak dalam perkembangan teorinya mengenai belajar trial and
error learning. Dia juga terkenal sebagai seorang perintis dalam perkembangan
pengukuran mental, himpunan kata-kata yang berlangsung paling sering dalam bahasa
inggris. Dalam tiga bukunya Educational Psychology (1912-1914) ia menerapkan
pengetahuannya mengenahi prinsip-prinsip dasar beajar pada pemecahan
masalah-masalah, dalam spikologi pendidikan penerbitan lainnya ialah Animal
Intellegence (1911). The Psychology of Learning (1914). The Measurment of
intelegence (1926) and Human Nature and the Social order (1940). Banyak detail
tentang teori Thorndike mengenai belajar Tril and Error masih terus
dipertanyakan dalam penelitian berikutnya, akan tetapi pakar kontemporer di
bidang aktifitas belajar menggolongkan Thorndike sebagai salah seorang figur
paling besar di bidang psikologi yang pentig ini.[9]
b) Teori
koneksionisme (Connectionism)
Thorndike
menjelaskan bahwa teori koneksionisme (stimulus respon) menekankan bahwa
belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau hubungan-hunbungan antara stimulus
respon yang terbentuk melalui pengulangan. Pembentukan ikatan-ikatan ini
dipengaruhi oleh frekuensi, resensi, intensitas dan kejelasan pengalaman,
perasaan dan kapasitas individu, kesamaan situasi dan menghasilkan kepuasan
atau reinforcement yang merupakan dasar dalam teori Connectionism (Oemar H
Malik: 1992, hlm. 50)
c) Latar
belakang munculnya teori Koneksionisme
Pada
mulanya, pendidikan dan pengajaran di Amerika Serikat didominasi oleh pengaruh
dari Thorndike (1874-1949). Teori belajar Thorndike ini disebut dengan
Connectionism karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi
antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebutt “Trial and Error”
dalam rangka menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike
mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku
beberapa binatang abtara lain, kucing, dan tingkah laku ana-anak dan orang
dewasa.
Objek
penelitian dihadapkan kepada situasi baru yang belum dikenal dan membiarkan
objek melakukan berbagai aktifitas untuk merespon situasi itu, dalam hal ini
objek mencoba berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam
membuat koneksi sesuatu reaksi dengan stimulusnya. Maka dari itu teori ini
disebut koneksionisme.
2. Urgensi
pendidikan akhlak/moral terhadap anak
Pendidikan
akhlak dalam keluarga merupakan hal yang sangat penting setelah pendidikan
iman. Dengan kata lain, pendidikan akhlak merupakan konsep dasar pendidikan
Islam yang kedua. Akhlak tanpa tauhid dapat membuat orang tidak tahu akan
tujuan hidupnya. Keutamaan akhlak dan tingkah laku merupakan salah satu buah
iman yang meresap dalam kehidupan beragama anak. [10]
Akhlak atau
moral adalah tabiat manusia anak-anak harus mendapatkan pendidikan moral yang
baik dan utama agar ia tumbuh atas dasar moral tersebut dan menjadi remaja atas
dasar sifat-sifat mulia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah
melakukan sesuatu yang dianggap baik, seperti meminta izin ketika akan masuk
dalam ruangan.
Meminta izin adalah etika yang menjadi
kewajiban bagi semua muslim, dewasa maupun anak-anak. Etika ini mendapatkan
tempat yang khusus dalam syariat Islam sehingga Allah menyebutkan didalam Al
Quran. Tidak hanya itu terdapat juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhori dalam al adab al mufrad dari Ubaid bin Umair, bahwa Abu Musa Al Asyari
meminta izin kepada Umar bin Khatab. Namun, ketika itu Umar belum juga memberi
izin dan sepertinya sedang sibuk, maka Abu Musa pun memutuskan untuk pulang.
Ketika kesibukan Umar telah purna ia berkata bukankan aku mendengar Abdullah
bin Qais (Abu Musa)?? Persilahkannya masuk! Keluarganya menyahut:”ia sudah pulang”.
Lalu Umar memanggilnya.[11]
Dengan
begitu dapat disimpulkan bahwa meminta izin merupakan akhlak atau etika yang
perlu ditanamkan terhadap anak-anak sejak dini.
3. Pendapat Para
Mufassir tentang ayat 58 dari Surat An Nur
a) Sayyid
Quthb dalam tafsir Fi zhilalil Quran menyatakan bahwa dalam ayat ini Allah
menjelaskan tentang hukum-hukum meminta izin ketika berada di dalam rumah. Para
pelayan dari budak-budak dan anak-anak yang telah dapat membedakan namun belum
baligh, boleh masuk tanpa izin terlebih dahulu. Kecuali dalam waktu dimana
biasanya aurat sedang terbuka. Maka, pada waktu- waktu tersebut mereka harus
minta izin terlebih dahulu.[12]
b) Hamka
dalam tafsir al-azhar menyatakan bahwa pada ayat 58 ini menjelaskan tentang
sopan santun dalam rumah tangganya sendiri. Maksudnya, ayat ini mengakui dan
menjaga kehormatan kepala-kepala rumah tannga itu. Seperti, kehormatan ibu
bapak atau anggota rumah tangga yang lain. Pada waktu 3 aurat maka setiap hamba
sahaya atau khadam,bujang-bujang, orang gajian atau pesuruh rumah itu sendiri,
baik anak tuan rumah atau cucunya atau anak-anak lain yang dipelihara di dalam
rumah itu meminta izin terlebih dahulu jika hendak menemui tuan atau nyonya
rumah.
Dengan
demikian, anak kandungnya sendiri wajib di didik menghargai waktu yang aurat
itu. Konon lagi bagi oarang-orang lain. Kurang layak jika bertemu ke rumah
orang orang di waktu begitu.[13]
c)Muhammad
Nasib ar-rifa’i dalam tafsir ibnu katsir menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan
tentang permintaan izin kepada kerabat atau antar kerabat. Allah menyuruh kaum
mu’min agar mereka memerintahkan kapeada budak-budak mereka dan anak-anak
mereka ynag belum baligh dalam tiga kondisi, pertama, sebelum sholat shubuh,
kedua, ketika menanggalkan pakaianmu di tengah hari, dan ketiga, sesudah sholat
isya’.
Dengan
demikian pelayan dan anak-anak dilarang masuk tanpa meminta izin terdahulu
dalam 3 kondisi tersebut. Akan tetapi selain 3 kondisi tersebut Allah
menyatakan tidak ada dosa bagi mereka. Karena mereka saling membutuhkan antara
yang satu dengan yang lainnya.[14]
d) Muhammad
Hasby Ash Shidiqy dalam tafsir Al Quranul Majid, menyatakan bahwa ayat ini
menjelaskan tentang permintaan izin ketika akan masuk kamar. Seorang budak dan
anak-anak harus meminta izin lebih dahulu untuk masuk kamar seseorang (dalam
keluarga) dalam 3 waktu, yaitu sebelum sembahyang fajar, sesudah sembahyang
isya’ dan di waktu kamu membuka pakaianmu di waktu dzuhur. Selain itu ayat ini
menunjuk bahwa sedapat mungkin kita harus memperhatikan ilat-ilat hukum. Allah
tidak membenarkan budak dan anak-anak kecil masuk ke kamar seseorang pada 3
waktu itu, karena menurut kebiasaan mereka tidak menutup seluruh auratnya.[15]
e) M. Quraih
Shihab menyatakan dalam tafsir Al Misbah bahwa ayat ini berbicara tentang
tuntunan-tuntunan yang berkaitan dengan sopan santun dalam pergaulan. Yaitu
membiasakan untuk meminta izin terhadap anggota keluarga(terutama ayah dan ibu)
ketika masuk kamar pada waktu-waktu tertentu. Agar mereka tidak menggangu privasi
kamu dan memergoki kamu dalam keadaan kamu enggan terlihat. Karena itulah
hendaknya sang budak dan anak-anak yang belum baligh meminta izin kepada kamu
sebelum masuk kamar.[16]
f) Al Quran
dan Tafsirnya (Departemen RI), menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan tentang
para hamba sahaya dan anak-anak kecil tidak diwajibkan meminta izin terlebih
dahulu bila hendak masuk ke kamar tuan rumah atau anggota lainnya yang sudah
dewasa kecuali pada waktu-waktu tertentu. Yaitu sebelum sholat shubuh, di waktu
istirahat sesudah dhuhur dan di waktu istirahat panjang sesudah isya’.[17]
4. korelasi
antara ayat dan teori pendidikan
Ayat yang
menjelaskan akhlak sangat berkaitan sekali psikologi behavioristik dengan tokoh
thorndike (1974-1949) dengan torinya yang biasa disebut teori connecsionisme
yakni belajar terjadi akibat adanya asosiasi antara stimulu dan respon.
Stimulus akan memberi kesan pada panca indra sedangkan respon akan mendorong
seseorang untuk bertindak.
Teori
belajar itu lebih menekankan pada tingkah laku manusia memandang individu
sebagai makhluk relative yang memberi respon terhadap lingkungan, pengalaman,
dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Teori ini mengutamakan
unsur-unsur dibagian kecil bersifat mekenistis, menekankan peranan lingkungan,
mementingkan pembentuk reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementiongkan
mekanisme hasil belajar, mementingkan kemampuan dan hasil belajar yang di
peroleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori ini S-R (stimulus
respon).
Thordike
mengadakan eksperimen yaitu seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar
berbentuk kotak berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit,
gerendel pintu, dan tali yang menghubungkan pengungkit dengan gerendel
tersebut. Peralatan ini di tata sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing
tersebut mem[peroleh makanan yang tersedia di depan sangkar tadi.[18]
Keadaan
bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (peti teka teki) iotu
merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan
diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula mula kucing mengeong,
mencakar, melompat, dan berlari larian, namun gagal membuka pintu untuk
memperoleh makanan yang ada di depannay. Akhirnya entah bagaimana, secara
kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu sangkar
tersebut. Eksperimen puizzle box ini kemudian terkenal dengan nama
instrumental conditioning.[19]
Prosedur Eksperimennya
ialah membuat agar setiap binatang lepas dari kurungnya sampai ketempat
makanan. Dalam hal ini apabila binatang terkurung, maka binatang itu sering
melakukan bermacam macam kelekuan, seperti menggigit, menggosokkan badannya ke
sisi sisi kotak, dan cepat atau lambat binatang itu tersandung pada palang
sehingga kotak terbuka dan binatang itru akan lepas ketempat makanan.[20]
Artinya tingkah laku yang dipelajari berfungsi
sebagai instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang
dikehendaki. Melalui hasil eksperimen inilah dia menyusun tiga hukum, salah
satu diantaranya adalah hukum latihan (the low of exercise), selanjutnya hukum
ini dibagi manjadi dua yaotu hukum penggunan ( the low of use ), dan hukum
bukan penggunaan (the low of deuse). Sebaliknya semakin tidak memuaskan atau (
mengganggu) efek yang dicapai reson atau (perilaku), semakin lemah pula
hubungan stimulus dan respon tersebut.[21]
Begitupun
denga seorang anakyang dibiasakan meminta izin ketika mau masuk ruangan/kamar
dapat dikiaskan teori Thorndike di atas yaitu ketika anak yang menginjak
dewasa/ memasuki umur 10 tahun . dan ketika anak akan masuk kamar orang tua
mereka wajib minta izin terlebih dahulu. Ketika mereka tidak mau minta izin
setiap kali masuk, kita beri tahu bahwa hanya diwajibkan pada waktu-waktu
tertentu saja yaitu, 3 waktu yang telah dijelaskan di atas. Pemberitahuan ini
harus dilakukan secara terus menerus setiap kali emmasuki 3 waktu tersebut.
Dengan begitu seorang anak akan terbiasa melakukannya jika akan masuk kamar
orangtua. Jadi teori Edward Lee Thorndike aliran koneksionisme dapat
diimplikasikan dengan mendidik akhlak anak untuk membiasakan meminta izin.
5. Pesan Moral
Dengan kita
melihat tafsir dari ayat di atas, dapat diperoleh suatu hikmah dalam kehidupan
keseharian kita , di antaranya:
·
Kita dapat mengetahui betapa pentingnya pendidikan
akhlak terhadap anak.
·
Terjaga kehormatan Orang tua dan keluarga.
·
Tercipta keluarga yang aman dan tentram.
·
Membentuk pribadi muslim yang baik.
·
Dapat dijadikan contoh bagi keluarga lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
RI. Al- Qur’an dan terjemahnya.
Bandung: PT Syaamil Cipta Media , tt
Bin
Muhammad Rahbar, Faramarz. Raising
Children According to The Qur’an and
Sunnah diterjemahkan oleh Kamdani. Yogyakarta: Mitra Pustaka. 1998
Rehani.
Berawal dari Keluarga Revolusi Belajar Cara Al-Qur’an. Bandung: Mizan
Media Utama. 2003
Halabi
Hamdi, Muhammad. Cara Islam Mendidik Anak. Yogyakarta: Ar- Ruzz
Media. 2006
Hasbi
Ash- Shiddiqy, Teungku Muhammad. Tafsir Al-Qur’anul Majid an-Nur. Semarang
: Pustaka Riski Putra Semarang. 1995
Arifin
H, Bey dan Djamaludin A Syingithy. Terjemahan Sunan Abu Daud. Semarang
: CV As Syifa. 1992
Laisaban,
Ladislaus. Para Psikolog Terkemuka Dunia. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. 2004
Qutb,
Sayyid. Fi Zhilalil Qur’an diterjemahkan
oleh As’ad Yasin dkk. Jakarta: Gema Insani.
2004
Hamka.
Tafsir Al Azhar Juz 18. Surabaya: Yayasan Latimojong. 1998
Ar-
Rifa’i, Muhammad Nasb. Tafsir Ibnu Katsir diterjemahkan oleh
Syihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press. 2000
Shihab,
M. Quraish. Tafsir Al-Mishbªh.
Jakarta: Lentera Hati. 2004
Departemen
RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang:PT Citra Effhar.1993
Yasin,
Muhammad. Psikologi Perkembangan Dilengkapi Epittome dan Panduan
Pemangfaatannya. Kediri: STAIN kediri PRESS. 2009
Boerce, C George. Sejarah
Psikologi Dari Masa Kelahiran Sampai Masa Modern. Yogyakarta :
Prismasophie. 2007
Brenan, James. Sejarah dan
Sistem Psikilogi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2006
Syah, Muhibbin. Psikologi
Belajar. Jakarata : PT Raja Grafindo Persada. 2009
[1] Departemen RI, Al- Qur’an dan
terjemahnya(Bandung: PT Syaamil Cipta Media , tt) 358
[2] Faramarz bin Muhammad Rahbar, Raising
Children According to The Qur’an and
Sunnah diterjemahkan oleh Kamdani(Yogyakarta: Mitra Pustaka,1998) 58
[3] Rehani,Berawal dari Keluarga
Revolusi Belajar Cara Al-Qur’an(Bandung: Mizan Media Utama,2003) 166
[4] Muhammad Halabi Hamdi, Cara
Islam Mendidik Anak(Jogjakarta: Ar- Ruzz Media, 2006) 159
[6] Teungku Muhammad Hasbi Ash-
Shiddiqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid an-Nur(Semarang: Pustaka Riski Putra
Semarang, 1995)2761
[7] Sunan Abu Daud, Kitab
Ash-Shalah Bab Maka Yumaru Bi as-Shalah, jilid 1 hal 334, Terjemah hal 325
[8] Kamdani, 51
[9]Ladislaus Laisaban, Para
Psikolog Terkemuka Dunia(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia,2004)
377-378
[10] Rehani, 91
[11] Muhammad Halabi, 172
[12] Sayyid Qutb, Fi Zhilalil
Qur’an diterjemahkan oleh As’ad Yasin dkk(Jakarta: Gema Insani, 2004) 260
[13]Hamka, Tafsir Al Azhar Juz
18(Surabaya: Yayasan Latimojong,1981) 264-265
[14] Muhammad Nasb ar- Rifa’i,
Tafsir Ibnu Katsir diterjemahkan oleh Syihabuddin(Jakarta: Gema Insani
Press, 2000) 521-522
[15] Teungku Muhammad Hasbi Ash
Shiddiqy, Tafsir Al Qur’anul Majid An Nur(Semarang; P.T.Pustaka
Grafis,1995) 2758-2759
[17] Departemen RI, Al-Qur’an dan
Terjemahnya( Semarang:PT Citra Effhar,1993) 666-667
[18] Muhammad Yasin, Psikologi
Perkembangan Dilengkapi Epittome dan Panduan Pemangfaatannya(Kediri: STAIN
kediri PRESS, 2009) 71
[19] Muhammad yasin, 71
[20] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru
Dalam Psikologi Pembelajaran( Jakarta: Bumi Aksara, 2006) 7
[21] Muhammad yasin, 72
Tidak ada komentar:
Posting Komentar